Tiga Terduga, Satu Kejutan

26 Juni 2008 | Label: , | |

Kolom Cesar Luis Menotti

Permainan sepak bola membiasakan kita untuk menggabungkan situasi logis dengan kejutan sesaat, seperti yang terjadi dalam perempat final di pengujung Piala Eropa 2008. Ada tiga tim dengan keunggulan dan ambisi masing-masing-Jerman, Rusia, dan Spanyol-yang bagaimanapun kemudian harus kita tambah juga dengan tim mengejutkan, Turki.

Pertama, coba kita lihat Italia melawan Spanyol. Italia-yang tampil bersemangat- sangat kuat dalam merebut bola dan selalu ingin mencoba memperoleh peruntungan, yang dalam situasi apa pun sering berpihak kepada mereka. Spanyol lebih percaya pada gaya elegan dalam menendang bola ke sasaran dan juga kekuatan mereka dalam menguasai bola.

Tiap-tiap tim memainkan gaya mereka sendiri, strategi mereka sendiri pada babak pertama, di mana aksi yang paling cerdas dilakukan Spanyol dengan menukar posisi antara Silva dan Iniesta. Silva ke sayap kanan dan Iniesta ke sayap kiri. Ini memungkinkan Spanyol bertarung cukup lama. Perlu diingat di sini bahwa mengoper bola berarti mencoba untuk membuka ruang guna mengubah posisi dan serangan. Spanyol tak berhasil dalam hal ini sampai terjadinya perubahan posisi kedua sayap penyerang itu.

Berikutnya pada babak kedua, Italia memperagakan gaya mereka kepada Spanyol dan pelatihnya, yang kemudian menarik Torres dan Iniesta. Spanyol yang bermain lebih baik pada 30 menit pertama jadi tersingkir dan sejak saat itu yang muncul adalah permainan Italia.

Kemudian laga masuk ke perpanjangan waktu dan dalam 30 menit penambahan waktu itu Italia tidak mengolah bola secara konstruktif, sekadar mempertahankan agar skor tetap 0-0. Hanya itu yang penting bagi mereka.

Spanyol adalah tim yang lebih baik, tetapi tidak menunjukkan imajinasi atau bakat saat tersisa 20 meter di depan gawang Italia. Akhirnya pertarungan berakhir dengan adu penalti. Di sini strategi Italia gagal, yang bisa terjadi jika sebuah tim terlalu bergantung pada faktor keberuntungan. Spanyol menang karena mereka bermain lebih bagus. Keberuntungan berpihak pada keadilan.

Ciri yang terasa dalam pertarungan Rusia melawan Belanda ialah ini benar-benar laga sepak bola-pernyataan masuk akal yang tidak terlalu jelas jika kita berpikir ke belakang soal arogansi tim-tim di masa lalu, yang mengira bahwa mereka punya hak untuk menghancurkan harapan dan impian suporternya.

Ini merupakan pertarungan sepak bola yang hebat berkat kedua belah pihak. Belanda mencoba segalanya, tetapi gagal di pengujung waktu. Bola sangat berarti buat Belanda. Dan melawan tim Rusia, mereka menggunakan operan pendek, operan menengah, bola bergulir dari kaki ke kaki, dari ruang yang satu ke ruang yang lain, pergerakan dibangun dengan sentuhan bola yang terampil yang membuat lawan Belanda menderita. Bola digerakkan ke sana kemari dengan kecepatan tinggi sehingga jarang bisa disusul. Dengan cara seperti ini, Belanda membiarkan dirinya tak terjaga dan Rusia memanfaatkan peluang ini.

Rusia memang pantas menang dan kesan yang muncul adalah tim ini patuh dengan strategi yang dibuat pelatihnya, Hiddink, dan berlatih serta melakukan eksperimentasi berjam- jam, dan harus diingat bahwa hampir semua anggota tim Rusia bermain di dalam negeri mereka sendiri. Buat saya, betapa penting seorang pelatih yang baik. Dan sangat mematahkan semangat kalau tim memiliki sejumlah "musisi" yang bagus, tetapi bermain tidak padu.

Rusia adalah tim bertahan yang lebih baik. Mereka punya berbagai kesulitan dari satu situasi ke situasi lain, tetapi sukses dalam analisis akhir karena ada kesadaran tersembunyi untuk tertib: tujuh pemain bertahan (lima orang di garis belakang tambah dua sayap), sepuluh pemain coba mendapatkan kembali bola, dan setiap orang memainkan sepak bola satu sentuhan.

Jerman masuk ke semifinal, tetapi tanpa penampilan yang cemerlang, tanpa perkembangan lebih lanjut dari apa yang mereka capai di Piala Dunia terakhir dan apa yang tampak pada awal kompetisi Piala Eropa 2008. Dalam jangka waktu pendek ketika melawan Portugal, mereka memainkan laga yang kolektif sehingga menghasilkan skor 2-0, di mana tim Jerman kemudian berupaya untuk tetap memegang kendali. Hal serupa terjadi setelah gol ketiga, yang gagal dimanfaatkan oleh Jerman karena tidak mampu membangun pergerakan tunggal lepas dari pencetak gol Schweinsteiger. Dua gol yang lain, tercipta dalam bentuk tandukan, disebabkan oleh kesalahan besar penjaga gawang Portugal.

Tim Portugal bermain seperti biasanya, hanya di permukaannya tampak bermain bagus. Mereka terlihat tidak mampu mengikuti bentuk rencana apa pun, tetapi paling tidak sesekali punya gagasan strategi di dalam permainan.

Jerman kemudian menang 3-2, tetapi harus melakukan upaya untuk mendapatkan kembali kejernihan dan ketertiban permainan seperti sebelumnya, memperoleh kembali kemampuan memutuskan yang membuat mereka bertahan sebagai sebuah tim hingga saat ini.

Saya yakin, mustahil untuk memahami berbagai hal individual tanpa tahu keseluruhan, dan sebaliknya, mustahil untuk tahu keseluruhan tanpa tahu bagian-bagian individual (Pascal). Kalau kita harus menerapkan usulan Pascal, mulai dengan Cristiano Ronaldo, kita bisa bilang bahwa sulit baginya untuk meningkatkan pengetahuan kalau ia tidak mencoba memahami entitas keseluruhan. Sejauh ini, ia cuma tahu bagiannya sendiri.

Dan akhirnya, Turki meraih keajaiban dan mencapai semifinal, menang melalui kemauan yang kuat, pengorbanan, keberuntungan, dan faktor Kroasia yang bermain dengan sikap seperti saat melawan Jerman, tetapi tampaknya melemah ketika lawan tidak bermain dengan pola yang jelas. Di sini Kroasia tampaknya perlu mengembangkan permainan mereka. Mereka kurang komitmen dan ingin memenangi permainan dengan mudah-suatu hal yang sulit, dan seperti hasilnya-merupakan hal yang mustahil. Turki berhasil berkat kekuatan mereka dan juga meredupnya tim Kroasia sehingga kini mereka masuk final yang akan menentukan hasil dari kompetisi ini.**

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/26/02185727/tiga.terduga.satu.kejutan

0 komentar: