Matador versus Panser

30 Juni 2008 | Label: , , | |

Vienna, Kompas - Tanggal 26 Juni 2008 dan Vienna akan tercatat dengan tinta emas dalam sepak bola Spanyol. Pada hari itu dan di ibu kota Austria tersebut, tim berjuluk ”Matador” lolos ke final Piala Eropa 2008, final pertama mereka sejak turnamen yang sama di Paris, Perancis, pada tahun 1984.

Spanyol sukses melangkah ke final setelah menggilas ”Beruang Merah” Rusia 3-0 (0-0) di Stadion Ernst-Happel, Vienna, Austria Kamis (26/6) atau Jumat dini hari WIB.

Dua dari tiga gol Spanyol dicetak pemain gelandang Xavi Hernandez (menit ke-50) dan David Silva (menit ke-82) menjadi bukti ketangguhan lini tengah pasukan Matador. Satu gol lainnya disumbangkan striker Daniel Guiza, empat menit setelah turun menggantikan Fernando Torres pada menit ke-69.


Dua gol lahir hasil umpan Cesc Fabregas, gelandang pengganti striker David Villa yang cedera otot dan diperkirakan absen pada partai final, Minggu besok. Di final, Spanyol menghadapi juara Eropa tiga kali, ”Panser” Jerman, yang pada semifinal menghentikan Turki, 3-2. Partai final itu dinilai banyak kalangan sebagai partai ideal karena mempertemukan dua raksasa sepak bola Eropa.

Hal itu berbeda kalau Turki atau Rusia yang lolos ke final. Publik sepak bola dunia akan ingat soal final menjemukan Piala Eropa 2004 yang dimenangi Yunani setelah memukul tuan rumah Portugal, 1-0. ”Tim ini berkali-kali tampil dengan mental kemenangan. Mereka belajar banyak dari Piala Dunia terakhir,” kata Luis Aragones, Pelatih Spanyol, yang akan mundur seusai turnamen ini.

Pada Piala Dunia 2006, Spanyol kandas di babak kedua. Kemenangan dan pernyataan ”lolos ke final” itu menyelimuti seluruh tim, bahkan sejak sehari sebelum laga. Dalam jumpa pers, Rabu sore, bek Sergio Ramos, Joan Capdevilla, dan gelandang Andres Iniesta tak terhitung jumlahnya menyebut kata ”final”. Beberapa jam sebelum laga, suporter Spanyol seolah juga telah mencium kemenangan itu.

Di kompleks Stephansdom, landmark kota Vienna, misalnya, mereka mendendangkan nada lagu kebangsaan Spanyol tiada henti. Namun, perjuangan pemain Spanyol tidak semudah mendendangkan lagu kebangsaan itu. Sepanjang babak pertama, Iker Casillas dan kawan-kawan kesulitan menembus pertahanan Rusia.

Kuncinya lini tengah

Spanyol baru menemukan irama permainannya pada babak kedua setelah mereka bermain dengan lima gelandang dan hanya menempatkan satu striker. Namun, strategi itu tampaknya lebih bersifat insidental karena berawal dari cederanya striker David Villa. Villa cedera pada menit ke-34 dan ”berkah tersembunyi” dari peristiwa itu adalah masuknya Fabregas yang berperan mengubah permainan.

”Kami bermain bagus dengan satu striker. Lebih bagus kami menambah jumlah gelandang untuk main lebih menekan dan itu sebabnya Anda lihat Xavi bisa mencetak gol,” kata Aragones dalam jumpa pers seusai laga. Formasi lima gelandang plus satu striker itu sebenarnya formasi utama Spanyol sebelum tampil di Euro 2008.

Namun, berkat kecemerlangan David Villa—yang mencetak hattrick saat Spanyol memukul Rusia 4-1 di penyisihan grup—Aragones berpaling pada formasi dua striker pada susunan awal timnya. Dengan absennya Villa di final, pelatih berusia 69 tahun itu kemungkinan kembali ke formasi awal untuk melawan Jerman.

Kunci kemenangan Spanyol terletak pada dominasi gelandang mereka yang menjadi tulang punggung di klub masing-masing. Xavi dan Iniesta, andalan Barcelona; David Silva, motor serangan Valencia; Marcos Senna, tulang punggung Villarreal; dan Fabregas, playmaker Arsenal.

Dengan kapasitas dan pengalaman berlaga di kompetisi level tinggi, pemain Spanyol tidak kesulitan mematahkan para gelandang Rusia, yang hampir semua bertanding untuk klub domestik.

Hanya Ivan Saenko (klub Nurenberg, Jerman) dari 23 pemain Rusia yang bertanding di klub luar Rusia. ”Mereka terlalu bagus dan terlalu kuat bagi kami,” kata Guus Hiddink, Pelatih Rusia.

Dominasi lini tengah Spanyol itu membuat playmaker Rusia, Andrei Arshavin, tidak berkutik. Arshavin, yang sehari sebelumnya selalu disebut-sebut pers Spanyol akan menjadi faktor penghalang mimpi Negeri Matador mengulang sejarah 1984, nyaris tak terlihat perannya selama 90 menit.

Ada keterkaitan atau tidak, penampilan buruk Arshavin itu terjadi setelah muncul kabar dari Spanyol bahwa Barcelona berminat menggaet striker berusia 27 tahun itu.

”Saya tidak dapat bola. Mungkin saya tidak cukup cepat, tetapi saya telah berusaha sebaik mungkin,” kilah Arshavin, yang hanya memberikan wawancara singkat kepada wartawan di area mixed zone. ”Tim kami lebih lemah secara fisik daripada Spanyol. Kali ini Spanyol lebih terampil secara teknik ketimbang kami.”

Spanyol menjuarai Piala Eropa tahun 1964 ketika mereka sebagai tuan rumah dan menundukkan Uni Soviet di final, 2-1. (Mh Samsul Hadi dari Vienna, Austria)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/28/01283333/matador.versus.panser

0 komentar: