Menyimak Bintang Berbagi Pengalaman

17 Maret 2009 | Label: | |

Catatan Ringan
Ian Situmorang

STEVE McMahon, mantan bintang sepak bola Inggris, hadir di Jakarta. Ia berbagi ilmu tentang pengelolaan klub agar mampu mandiri. Mengelola klub harus profesional dan tidak boleh berharap bantuan dana dari pemerintah.

Pemain yang dulu berjaya di Liverpool itu tidak sendirian. Mantan bintang Birmingham, Paul Masefield, juga turut sharing pengalaman. Kedua mantan bintang lapangan hijau itu kini adalah komentator sepak bola di ESPN dan Star Sports.

McMahon dan Masefield sangat cekatan bicara tentang bagaimana peran pelatih. Membangun hubungan antarpemain, begitu juga dengan tim pelatih yang tak boleh kaku. Ia juga paham bagaimana melestarikan relasi pemilik klub dengan pelaksana harian.

Pada prinsipnya, komunikasi dan komitmen sangat penting dalam membangun kebersamaan. Tidaklah mungkin sebuah klub berhasil bila hubungan internal di tim tidak harmonis dan memiliki tujuan yang sama.

Dari sisi manajemen, ada satu pembicara lain. Dia adalah John Nordmann, yang mendalami bagaimana mengomersilkan klub sehingga meraih untung. Seolah setiap sudut klub itu adalah bagian yang dapat diolah menjadi mesin uang.

Jika ada tiga pembicara dari Inggris, tentu perlu ada penyeimbang. Sebagai tuan rumah, kita memiliki seorang tokoh muda bernama Syauqi Soeratno. Pengalaman mengelola klub dan melihat realitas sepak bola di Indonesia menjadi topik bahasannya.

Keempat pembicara ini mengungkapkan pengalaman dalam seminar setengah hari pada Jumat (7/3). Acara ini digagas BOLA, yang berulang tahun ke-25, sebagai sumbangsih bagi kemajuan persepakbolaan nasional.

Mitra kerja kami adalah Profitable Group Company, yang bermarkas di Singapura. Sebagai penopang dana pelaksanaan, kami dibantu Djarum Super, yang citranya sudah melekat dengan aktivitas sepak bola negeri ini.

Acaranya berlangsung cukup meriah di hotel Santika Premier Jakarta dipandu Fauzan Zaman. Peserta dari kalangan pengelola klub dan pengurus sepak bola nasional. Sayang, beberapa tokoh sentral di PSSI kurang tertarik mendengar dan belajar dari ahlinya.

Apa pun hasil dari seminar setengah hari itu, menurut saya harus dikembalikan kepada siapa yang membutuhkan. Siapa pun yang bicara dan betapa hebatnya materi yang diungkap, jika telinga dan hati tidak dibuka, hasilnya tetap akan sia-sia.

***
Bob Hippy, seorang tokoh sepak bola Indonesia, hadir dari awal sampai akhir. Pria yang tidak suka menonjolkan diri tapi terus berbuat lewat pembinaan anak-anak belia itu mengaku sangat suka dengan kehadiran pembicara dari luar negeri. ”Kita perlu menimba ilmu mereka,” katanya.

Hanya saja Bob berharap para ahli dari luar sebaiknya terlebih dulu melakukan penelitian. Menurutnya, masalah yang dihadapi persepakbolaan Indonesia sangat spesifik. Jika yang dibicarakan hal-hal umum, disebutkan kurang klop dengan realitas.

Benny Dollo, pelatih tim nasional kita, mengakui cerita Steve sangat menarik. Sentuhan pelatih dalam membangkitkan semangat pemain, terutama di ruang ganti, sangat besar artinya. Namun, Benny mengakui ada beberapa poin yang tidak cocok dengan kondisi di Indonesia seperti di Inggris.

Pemaparan Steve dan Paul bahkan John berhasil membuka pemikiran orang-orang yang terlibat di sepak bola. Secara terperinci, Steve menjelaskan bagaimana menyusun rencana strategi jangka pendek dan panjang. Begitu juga dengan cara membangun hubungan harmonis di ruang ganti.

Seorang pelatih menurut Steve harus membuat list apa yang harus dikerjakan setiap hari. Tidak hanya secara garis besar seperti mengikat kontrak pemain, tapi mesti detail dalam latihan hingga persiapan menjelang pertandingan.

Tanggung jawab terbesar dalam urusan hasil akhir pertandingan ada di pundak pelatih. Karena itu, ia harus bertindak sebagai bos dengan mempersiapkan segala sesuatu, termasuk memilih tim pendukung. Urusan teknik sepenuhnya menjadi wewenangnya. Pemilik klub sekali pun tak boleh intervensi.

Steve menegaskan bahwa sebuah kemenangan diawali dari persiapan. Jika semua persiapan berjalan baik, maka pelatih tinggal menentukan siapa yang akan diturunkan. Kalah atau menang adalah cerita berbeda, yang penting segala proses dilalui dengan serius.

Dalam benak John, potensi bisnis sepak bola di Indonesia sangat besar dengan jumlah penduduk banyak. Hanya saja, sejauh ini penanganannya masih belum serius dan tidak profesional. Harus ada terobosan manajerial modern.

Melihat dari luar memang kadang menyesatkan bila belum memahami problem di dalam. Boleh jadi ketiga tamu tadi bicara pengelolaan sepak bola ideal dari kacamata Inggris. Faktanya di Indonesia hal itu masih sangat asing.

Syauqi mencoba berbicara melalui fakta. Banyak persoalan yang aneh di dalam negeri, tapi itulah kenyataan. Umur manajemen sepakbola Indonesia umumnya hanya berlaku selama satu tahun.

Semua tahu itu tidak baik. Klub akan rugi jika mengontrak pemain untuk masa satu tahun. Membuat program jangka panjang juga tidak mungkin karena sistem pendanaan klub umumnya bersumber dari APBD yang harus habis dalam setahun.

Sepak bola Indonesia memang unik. Tapi, setidaknya kita sudah menggelar alat pembanding. Pilih yang ideal atau tetap hidup dalam ketidakpastian?

ian@bolanews.com

0 komentar: