Xavi Hernadez, Kejutan dari Catalan
30 Juni 2008 | Label: Euro 2008, Spanyol, Xavi Hernandez | | TIDAK ADA yang menyangka jika nama Xavier Hernandez Creus alias Xavi akhirnya menjadi pemain terbaik Piala Eropa 2008. Di lapangan, ia bermain tenang. Kadang bergerak cepat, sering pula melambat. Namun, berkat lima kali penampilannya bersama Spanyol, Xavi memberi roh permainan sekaligus mengawal kemenangan timnya di turnamen kali ini.
 TIDAK ADA yang menyangka jika nama Xavier Hernandez Creus alias Xavi akhirnya menjadi pemain terbaik Piala Eropa 2008. Di lapangan, ia bermain tenang. Kadang bergerak cepat, sering pula melambat. Namun, berkat lima kali penampilannya bersama Spanyol, Xavi memberi roh permainan sekaligus mengawal kemenangan timnya di turnamen kali ini.Pemain asal Catalan ini memang belum pernah menjadi man of the match selama lima penampilannya bersama tim Matador. Justru David Villa, Iker Casillas, Xabi Alonso, Marcos Senna, Andres Iniesta, dan Fernando Torres yang pernah mendapat trofi dari Carlsberg sebagai tanda penghargaan pemain terbaik di setiap pertandingan itu.
Pemilik postur tubuh setinggi 170 sentimeter tersebut juga masih kalah tinggi dibandingkan pemain lain, terutama tim Jerman. Namun, justru di situlah keunggulannya. Postur itulah yang membantunya mudah berkelit dari adangan musuh sekaligus menusuk pertahanan lawan.
Sebagai pengatur serangan, Xavi selalu mendapat tugas utama mengatur tempo permainan dan menyuplai bola kepada penyerang. Peran ini sudah sering ia jalankan saat membela El Barca. Di timnas, meski tidak bertindak sebagai kapten tim, pemain berusia 28 tahun itu adalah jenderal lapangan tengah. Ia selalu diapit oleh Andres Iniesta dan Marcos Senna. Kedua pemain ini juga bermain cemerlang di Euro 2008.
Tugas itu akhirnya dapat dituntaskan oleh gelandang Barcelona tersebut. Saat timnya diserang begitu rupa, ia mampu memperlambat gebrakan lawan. Itu yang dilakukannya saat menahan gempuran Jerman di awal babak pertama final, Minggu (29/6). Namun, begitu menguasai bola, Xavi tak segan "memerintah teman-temannya di lini depan untuk mencari posisi yang tepat. Dengan kedua tangannya, ia melambai-lambai agar pemain merapat. Setelah itu, barulah dia mengatur derasnya serangan.
Kadang ia sendirian menjadi playmaker, namun pernah juga ia menjadi salah satu dari dua playmaker yang diturunkan pelatih Luis Aragones. Itu tampak pada pertandingan melawan Rusia untuk kedua kalinya di partai semifinal. Xavi dipasangkan dengan Cesc Fabregas dan keduanya menjadi playmaker sekaligus menjadi jembatan sebelum Sergio Ramos menghentikan laju Andrei Arshavin.
Wajar jika tim seperti Italia khawatir akan pergerakan pemain bernomor punggung 8 tersebut. Ketika Spanyol dan Italia bertemu di perempat final, pelatih Azzurri Roberto Donadoni secara tegas menginstruksikan kepada Massimo Ambrosini dan Mauro Camoranesi untuk menutup posisi lapangan tengah. Tugas itu tak cukup berhasil sebab agresivitas Spanyol mampu mengalirkan bola ke pertahanan Italia. Pertandingan akhirnya berjalan imbang tanpa gol dan harus diselesaikan lewat adu penalti.
Selain jago soal meracik tusukan ke jantung lawan, Xavi juga dikenal garang dalam mengeksekusi bola mati. Jarak 10 meter dari garis terluar kotak penalti masih menjadi jarak yang membahayakan kiper mana pun jika Xavi dipasrahi tugas menembakkan si kulit bundar langsung ke arah gawang.
Xavi memang tak perlu mencetak gol sebab tugas itu lebih bertumpu pada pundak David Villa maupun Fernando Torres. Namun, satu golnya ke gawang Rusia di semifinal sudah cukup memberinya koleksi tujuh gol sepanjang 62 pertandingan yang dimainkannya bersama La Furia Roja sejak 2000. (LHW)