Kekuatan Mental versus Teknik

30 Juni 2008 | Label: , , | |

Dengan perkiraan bahwa Jerman maupun Spanyol akan sama-sama menerapkan formasi dasar 4-5-1, hampir bisa dipastikan pertarungan sengit dan keras bakal terjadi di lini tengah. Spanyol, yang tidak akan diperkuat striker David Villa karena cedera, bakal menampilkan gelandang-gelandang muda bertenaga segar dengan Cesc Fabregas sebagai motornya.

Dari segi gerakan perpindahan posisi atau permutasi, gelandang-gelandang Spanyol tampaknya lebih kompak. David Silva dan Andres Iniesta dengan mudah dan cepat bisa berganti posisi sayap, tanpa ada masalah adaptasi. Hadirnya Fabregas akan memberi kesempatan Xavi Hernandez untuk lebih maju ke depan.

Fabregas akan berduel langsung dengan kapten Jerman, Michael Ballack. Ballack, yang telah mengemas dua gol, menjadi kunci kekuatan lini tengah pasukan ”Panser”. Gelandang Chelsea itu selama ini mampu menjalankan pe- rannya sebagai komandan tim Panser dan beberapa kali menjadi penentu kemenangan timnya.

Ditunjang dengan ulahnya yang usil di jantung pertahanan lawan, pemain berusia 31 tahun itu bisa menjadi ancaman bagi penjaga gawang Spanyol, Iker Casillas. Dibandingkan dengan lini tengah Spanyol yang mobile dan lincah dalam penguasaan lapangan tengah lewat bola-bola pendek, gelandang Jerman memiliki kelebihan dalam menyerang lewat sayap.

Lukas Podolski, striker yang disulap Pelatih Joachim Loew menjadi gelandang kiri, sangat berbahaya dalam memberikan umpan-umpan silang ke mulut gawang. Begitu pula Bastian Schweinsteiger yang selalu bekerja keras dan menjadi momok bek-bek lawan. Sebagai gelandang, Podolski dan Schweinsteiger cukup produktif menyumbang gol: Podolski tiga gol dan Schweinsteiger dua gol.

Serangan sayap Spanyol selama ini lebih banyak dilakukan dua bek sayapnya, Joan Capdevilla di kiri dan Sergio Ramos di kanan. Saat dua bek sayap itu naik, gelandang Marcos Senna biasanya meng-cover posisi yang ditinggalkan dua bek sayap itu. Akan menarik melihat bek-bek Spanyol menahan gempuran Podolski, Ballack, Schweinsteiger, dan striker Miroslav Klose yang andal dalam bola-bola udara.

Klose sendiri masih lebih tajam daripada bomber Spanyol, Fernando Torres. Torres—yang begitu brilian bersama Liverpool di Liga Inggris—sejauh ini belum mengeluarkan kemampuan terbaiknya. Saat berduet dengan David Villa, ia lebih banyak menjadi penyuplai ketimbang penuntas serangan. Namun, jika peran Torres macet, para gelandang Spanyol bisa menjadi penuntas gempuran.

Di bawah mistar, harus diakui kiper Spanyol, Iker Casillas, lebih stabil ketimbang kiper Jerman, Jens Lehmann. Casillas menjadi pahlawan Spanyol saat mereka memukul Italia lewat adu penalti 4-2. Sementara Lehmann beberapa kali memperlihatkan penampilan yang membuat cemas suporter Jerman.

Namun, di atas kalkulasi teknik di atas, tidak bisa dimungkiri sisi mental pemain Jerman lebih teruji daripada pemain Spanyol. Jerman dikenal dengan banyak julukan, mulai dari ”tim mesin diesel”, ”tim spesialis turnamen”, dan lain-lain. Namun, dari segi teknik permainan banyak kalangan lebih memuji Spanyol.

Partai final Senin dini hari nanti secara simplistik akan mempertandingkan: mental versus teknik. Mana yang unggul, kita tunggu saja. (Mh Samsul Hadi dari Vienna, Austria)

0 komentar: