Sepatu Besar yang Akhiri Penantian
30 Juni 2008 | Label: Euro 2008, Luis Aragones, Spanyol | |
El Sabio de Hortaleza. Itu adalah julukan lainnya untuk Aragones, yang artinya Orang Bijak dari Hortaleza. Hortaleza adalah tempat kelahirannya pada 28 Juli 1938. Tepat kurang sebulan dia berulang tahun untuk ke-70 kalinya, dia membuat sejarah besar.
Menjuarai Piala Eropa 2008 ibarat anugerah terindah yang pernah dimiliki Spanyol dalam 44 tahun terakhir ini. Sejak juara turnamen yang sama di Piala Eropa 1964, Spanyol selalu belepotan di pentas internasional, baik Piala Eropa maupun Piala Dunia. Padahal di kompetisi liga dalam negeri, sepakbola Spanyol menunjukkan tontonan dan permainan yang baik.
Seolah, prestasi di liga tak berbanding lurus dengan prestasi tim nasionalnya. Mereka hanya masuk final di pentas internasional tiga kali, di Piala Eropa 1964, 1982, dan 2008. Hanya pada 1964 dan 2008 ini mereka juara. Selebihnya, Spanyol selalu kesulitan berkompetisi di pentas internasional, hingga kata Spanyol diidentikkan dengan kegagalan.
Semakin banyak gagal, semakin sulit pula buat Spanyol untuk bangkit. Mental juara mereka sulit terbangun. Tapi, Aragones mampu melakukannya. Kepada para pemain dia mengatakan, "Kalian adalah tim yang bisa mengalahkan siapa saja. Mental kami sudah kuat dalam beberapa tahun ini. Kami belajar banyak dari Piala Dunia 2006, dan kini sudah mengambil hikmahnya. Saya katakan kepada pemain, untuk memainkan sepakbola yang baik, mereka harus bersaing dan tahu bagaimana bekerja keras. Dan, mereka telah banyak belajar."
Kemampuannya membangkitkan semangat dan mental tim, juga membangun kekompakan adalah kunci kesuksesan Aragones. "Suasana dalam tim amat menentukan. Saya memperlakukan pemain sama dan setara. Semua punya peran besar. Jika ada yang main dan dicadangkan, itu lebih karena strategi," katanya.
Itu salah satu kelebihannya. Sayang, dia enggan memperpanjang kontrak. Padahal, dua tahun lagi Spanyol akan menghadapi Piala Dunia 2010. Namun, keputusannya harus dihormati dan jikapun meninggalkan timnas Spanyol, dia telah meninggalkan warisan sangat berharga.
Bukan hanya gelar Piala Eropa kedua kalinya. Sukses itu juga membangkitkan rasa percaya diri sepakbola Spanyol. Lebih jauh lagi, sukses itu bisa semakin membaurkan perbedaan seluuruh warga Spanyol, tak peduli apakah mereka Spanyol, Catalonia, atau Basque.
Bagi Aragones, ini juga sukses terbesarnya. Sebagai pemain, dia pernah meraih gelar El Pichichi atau top skorer Divisi Primera La Liga pada 1970. Dia juga termasuk striker tajam. Dia pernah memperkuat 8 klub berbeda. Dari 265 penampilannya di Divisi Primera, dia mencetak 123 gol dalam kariernya. Salah satu kelebihannya adalah mencetak gol dari bola mati. Itu pula dia disebut si Sepatu Besar.
Mengawali karier pelatih di bekas klubnya Atletico Madrid pada 1974-1980. Kemampuannya dianggap bagus. Dia juga mampu membangun kebersamaan dalam tim dan memiliki pendekatan yang bijak. Sebab itu, dia juga dijuluki Orang Bijak dari Hortaleza.
Namun, dia pernah memunculkan kontroversi besar. Kepada Antonio Reyes, dia mengatakan kata-kata rasial yang ditujukan kepada Thierry Henry. "Katakan kepada negro sialan itu (Henry, Red) bahwa kamu jauh lebih baik darinya. Katakan bahwa kata-kata itu dari saya. Kamu harus yakin lebih baik dari negro sialan itu," ujarnya.
Ucapan rasial itu akhirnya membuatnya didenda UEFA sebesar 70.000 dolar AS. Jika melakukan hal sama, dia akan dikenai hukuman lebih berat.
Tapi, Aragones meminta maaf dan akhirnya menyesali kekeliruannya. Dia kembali menjadi orang bijak yang membangun Tim Matador dengan keteduhan, tapi mampu melahirkan tim yang cemerlang dan siap mengalahkan siapa saja.
Dan, akhirnya dia mempersembahkan hadiah terbesar buat bangsa Spanyol: trofi Henri Delaunay, simbol jawara Piala Eropa. Gelar yang menjadi sejarah indah, sekaligus mengembalikan mentalitas dan kehormatan sepakbola Spanyol.
Adios amigo. Gracias senor! (HPR)