Pembuktian Dua Guru Satu Ilmu

21 Juni 2008 | Label: , , , | |

BASEL, JUMAT - Sama-sama membangun tim dengan mengusung sepak bola menyerang- yang didasari total football yang mulai diperagakan Ajax Amsterdam pada tahun 1970-an-Guus Hiddink dan Marco van Basten akan membawa Rusia dan Belanda untuk membuktikan siapa yang terbaik dalam menerjemahkan ilmu mereka.

Paling tidak, sampai dengan babak perempat final ini, Hiddink dan Van Basten termasuk dua sosok pelatih yang amat disorot. Itu berkat prestasi fenomenal Rusia dan hasil spektakuler Belanda.

Rusia menggusur Yunani dan Swedia, sedangkan Belanda dengan sedikit demonstratif menggilas Italia, Perancis dan Romania di grup maut.

Kembali ke belakang, Hiddink dan Van Basten jelas datang dari generasi berbeda. Pada tahun 1988, Van Basten menjadi man of the match di partai puncak Piala Eropa di Jerman (Barat).

Lewat aksinya yang melesatkan tendangan first time meneruskan umpan Arnold Muhren, gawang Uni Soviet yang dikawal kiper terkenal Renat Dasayev kebobolan. Gol itu melengkapi kemenangan Belanda atas Uni Soviet di final, 2-0.

Tahun yang sama, tetapi sebulan sebelumnya, Mei 1988, Hiddink lebih dulu merajai kancah Eropa, tetapi di tingkat klub dengan membawa PSV Eindhoven memboyong dua gelar, juara Eredevisie Belanda dan Piala Champions dengan mengalahkan Benfica di final.

Salah satu pemain yang berada di balik keberhasilan PSV dan Hiddink saat itu adalah Ruud Gullit yang kemudian bergabung dengan Van Basten dan Frank Rijkaard di AC Milan. Trio Belanda inilah yang membesarkan AC Milan yang terkenal dengan julukan "The Dream Team".

Selama delapan tahun di Mi- lan, Van Basten akhirnya mengundurkan diri pada saat cedera engkel kakinya yang telah mendapatkan operasi lebih dari sekali tidak juga sembuh. Tahun 1995, ketika Van Basten (saat itu berusia 30 tahun) mengumumkan pengunduran diri dari sepak bola, Hiddink justru untuk pertama kali memulai kariernya sebagai pelatih nasional.

Adalah KNVB (PSSI-nya Belanda) yang memercayakan tim "Oranye" kepada Hiddink. Akan tetapi, prestasi Hiddink ber- sama Belanda tidak sehebat ketika dia menukangi PSV Eindhoven, yang berhasil meraih enam gelar Eredevisie.

Hiruk-pikuk sepak bola Eropa dan dunia pun seakan-akan ikut menenggelamkan kehebatan Van Basten sebagai seorang penyerang tengah yang pernah begitu digandrungi remaja penggila bola pada tahun 1990-an.

Dia tidak saja memiliki skill individu sebagai penyerang tengah yang nyaris sempurna, tetapi pribadinya yang simpatik ikut memberikan nilai tambah baginya. Itu sebabnya Van Basten saat itu menjadi sangat terkenal di kalangan remaja.

Tahun 2003, mendadak Van Basten mulai dikenang kembali. Lewat sentuhannya sebagai pelatih di tim kedua, Ajax Amsterdam, Van Basten memulai kariernya sebagai pelatih.

Duel kedua

Laga di Basel, 21 Juni 2008, ini adalah duel kedua antara Hiddink dan Van Basten sebagai pelatih. Di pertemuan pertama keduanya sebagai pelatih, skor imbang 1-1, ketika Van Basten bersama Belanda ditahan Hiddink dan Australia dalam partai uji coba di Rotterdam, dua tahun lalu.

Paling tidak, hanya akan ada satu pelatih Belanda di semifinal seusai duel malam ini. Jika merujuk pada prestasi sebagai pemain, Van Basten yang akan bertahan. Sebaliknya, kalau rekor sebagai pelatih dengan prestasi segudang yang menentukan, Hiddink yang pantas melaju bersama Rusia.

Sebagai pelatih, Hiddink sangat fenomenal mengukir prestasi dalam enam tahun terakhir, khususnya ketika menangani tim nasional. Itu di luar prestasinya bersama PSV, Valencia, Fenerbahce, dan Real Madrid.

Tahun 2002, lewat sentuhan magisnya, Hiddink menyulap tuan rumah Korea Selatan menjadi kekuatan penyeimbang sekaligus menakutkan bagi tim-tim yang lebih mapan dari Eropa dan Amerika Latin. Korsel dibawa sampai ke semifinal Piala Dunia.

Empat tahun kemudian, petualangan Hiddink melambungkan Australia di Piala Dunia 2006 di Jerman. Hanya karena penalti kontroversial dari Francesco Totti, Australia akhirnya tersingkir secara tragis di tangan Italia.

"Lucky Guus"-begitulah sebutan mantan Presiden Rusia Vladimir Putin terhadap Hiddink-kini bersama Rusia di delapan besar. Tinggal dua langkah lagi mereka sampai di final untuk pertama dalam 20 tahun. Akan tetapi, yang dihadapi Rusia adalah Belanda, tim yang juga tidak pernah bermain di partai puncak dalam kurun waktu yang sama.

"Saya membesarkan tim ini dengan lebih mengutamakan pembangunan kepercayaan diri pemain. Mereka bukanlah pemain besar, tetapi mereka mempunyai segalanya untuk menjadi besar. Itulah yang kini coba kami perlihatkan dalam kejuaraan ini," tegas Hiddink.

Rusia memang harus diwaspadai, namun mereka harus sadar bahwa Belanda di bawah Van Basten menjadi satu-satunya tim yang paling produktif dari tiga pertandingan awal.

Rusia boleh memainkan total football a la Moskwa untuk mengirim pulang juara bertahan Yunani dan menghancurkan Swedia. Tetapi, mereka harus sedikit tahu diri ketika menghadapi total football ala Amsterdam.

Satu hal yang harus disadari betul oleh Hiddink bahwa permainan terbuka dan menyerang ala Rusia sangat cocok bagi Van Basten dan Belanda untuk mengembangkan total football asli. (REUTERS/AFP/YES)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/21/02215856/pembuktian.dua.guru.satu.ilmu

0 komentar: