Maradona, Santa Maradona, Maracoca

31 Oktober 2008 | Label: | |

Oleh A.A. Ariwibowo

DIEGO Armando Maradona adalah kontroversi dengan huruf besar. Ini bukan sekedar pernyataan seperti pemula mendefinisikan meja adalah bukan kursi.

Ini juga bukan sebatas pelabelan jabatan seseorang di sebuah institusi kerja yang mengangkat martabat seseorang untuk mengatrol harga diri. Dia adalah kontroversi dalam legenda yang mengukir langit dengan seabrek prestasi, bukan segudang gengsi.

Publik Napoli membaptis legenda sepak bola Argentina itu sebagai sosok orang suci Katolik, Santa Maradonna. Kehadirannya melecut euphoria bahkan memecut publik pecinta bola Italia ketika memanjatkan doa pagi, "Berilah tim kami kemenangan setiap hari, dan jangan beri kami pencobaan."

Begitu keluar dari rumah, orang segera mendapati para penjaja aneka gambar dan pernik aksesori mengenai Maradona bertebaran di sepanjang jalan kota itu.

Di bawah penyertaan Maradona, skuad Napoli meraih gelar demi gelar. Penggila bola utamanya pendukung setia skuad Napoli berduyun-duyun mendatangi stadion di seluruh Italia dan Eropa.

Kalau gereja dan kapel di Napoli memanggil dengan membunyikan lonceng setiap pukul enam pagi, 12 siang, dan enam petang, maka stadion mengandalkan Maradona sebagai ikon.

Santa Maradonna bersemayam di setiap sudut kapel dan gereja, sedangkan Maradona bertengger di setiap sisi stadion sepak bola. Ia ikon yang hidup, yang berbicara dalam bahasa laga bola.

Sejak Maradona mendarat di tanah Italia, ritus masyarakat Napoli adalah sepakbola. Ini pemberontakan iman tahun 1990-an, karena publik menemukan jalan dari "gairah yang mustahil" (passion of the impossible) untuk melabrak dan menabrak batas-batas kemungkinan. Ini iman publik Napoli bernuansa post-modern, karena ada energi mencinta habis-habisan dengan cinta yang tidak berkesudahan.

Sejak Maradona datang, publik Napoli tampil sebagai orang-orang yang berharap dengan harapan yang mengatasi segala pengharapan di kolong langit (hope against all hope). Meski dalam perjalanan selanjutnya, Maradona sampai kepada "aporia", yakni jalan buntu yang merupakan batas daya ucap dan daya jangkau bahasa itu sendiri. Ia kedapatan mengkonsumsi kokain pada 1991. Sejak itu, ia berjuluk maracoca. Jadilah, Maradona, Santa Maradonna, dan Maracoca.

Ketika Maradona mengatakan ia ingin meninggalkan Napoli, publik seluruh Italia merespons secara dukacita. Sontak, mereka membuang segala aksesori bergambar Maradona dari luar jendela ke jalan-jalan raya. Mereka mencampakkan segala kenangan akan dirinya, meski mereka juga melupakan bahwa laga bola adalah sukacita dan dukacita kehidupan. Tidak ada sukacita tanpa dukacita, begitu juga sebaliknya.

Skandal demi skandal membelit legenda sepakbola Argentina itu. Ia kedapatan menggunakan Ephedrine sebagai stimulan yang dilarang bagi setiap atlet olahraga di seluruh dunia. Publik pecinta bola sejagat kembali berurai airmata karena bintang pujaannya membongkar nilai sportivitas olahraga. Publik mengibaratkan ulah Maradona sebagai sosok bintang yang sedang bermain di atas papan catur tanpa dasar.

Narasi agung dari Maradona, Santa Maradonna dan Maracoca mewakili makna asali dari laga bola bahwa, "kita dapat bermain, menemukan kegembiraan dalam permainan." Meminjam kosakata filsuf Emmanuel Levinas, mendaratkan totalitas yang memungkinkan "sang liyan" menyapa dan meminta pertanggungjawaban setiap permainan.

Yang tersisa, ucapan selamat datang (bienvenue) bagi setiap orang asing, membuka pintu dan menampung setiap orang asing dalam keramahtamahan (hospitality).

Maradona juga tersangkut insiden "Tangan Tuhan" (Hand of God) ketika timnas Argentina mengalahkan Inggris dengan skor 2-1 di kuarter-final Piala Dunia 1986 di Meksiko. Ia memperdayai penjaga gawang Peter Shilton, meski para pemain Inggris melancarkan protes, wasit tetap berpendirian bahwa gol itu sah.

Di level klub, ia pernah membela Boca Juniors, Barcelona selama dua musim kompetisi pada 1982. Sesudah melempar jangkar di Spanyol, ia menuju Italia. Bersama Napoli, Maradona membawa klub itu menyabet dua gelar Serie A pada 1987 dan 1990 serta menjuarai Piala UEFA pada 1989. Ia mengakhiri karier sebagai pemain bola di Boca pada 1997.

Michel Platini, mantan kapten kesebelasan Prancis yang kini menjabat sebagai presiden UEFA mengatakan, "Segala kemungkinan dapat saja terjadi ketika saya menguasai bola. Dan ia telah melakukannya," katanya seperti dikutip dari AFP. Pada tahun 2000, Maradona mengalami serangan jantung di Uruguay, karena banyak memakai kokain. Sejak itu, ia akrab dengan tokoh sosialis Kuba Fidel Castro.

Kini timnas Argentina menunjuk Diego Maradona sebagai pelatih baru. Penunjukan itu diungkapkan sang legenda sendiri setelah bersua dengan Ketua Asosiasi Federasi Sepak Bola Argentina (AFA) Julio Grondona. Maradona yang akan berusia 48 tahun pada 30 Oktober langsung membenarkan ketika diwawancarai via telepon oleh stasiun televisi kabel Fox Sports. "Terlalu dini mengucapkan selamat, kami masih akan berbicara besok."

Sang legenda akan didampangi mantan pelatihnya kala membawa tim Tango menjadi juara dunia 1986, Carlos Bilardo, dalam pertemuan dengan bos AFA. Bilardo didaulat bakal membantu sang murid dalam susunan staf pelatih. Publik pun mempertanyakan pengalaman Maradona sebagai pelatih.

"Orang banyak meributkan pengalaman meski saya telah menjalani selama 20 tahun bersama timnas Argentina," kata Maradona yang menjadi kapten Argentina saat negeri itu merebut gelar juara dunia pada 1986. "Saya tertawa ketika mereka berkata bahwa saya tidak punya pengalaman. Sepakbola telah sedemikian berubah," katanya kepada para wartawan di luar rumahnya di Buenos Aires.

"Mereka memberi kesempataan di saat yang tepat. Saya tidak tampil bermain seperti Dunga. Ia menendang bola, saya tidak," katanya seperti diwartakan Reuters. Sejumlah pengamat sepakbola menilai penunjukan Maradona terinspirasi oleh langkah Brasil mengangkat Dunga sebagai pelatih tim Samba. Awalnya Dunga dicemooh karena dinilai tidak punya pengalaman sebagai pelatih, kini ia beroleh acungan jempol karena Brasil tampil sebagai juara dunia 2006.

Debut perdana Maradona sebagai pelatih akan diuji ketika Argentina dijajal Prancis dalam laga persahabatan di Marseille pada 11 Februari 2009. Menurut laman AFA, keputusan mengenai pelatih baru akan diumumkan pada 4 November 2008. "Pada Selasa pekan depan, sesudah diadakan rapat komite eksekutif, akan diumumkan nama-nama staf teknik," kata pernyataan itu.

Kalau Maradona jadi menangani Tim Tango, maka ia bakal terus memoles pemain-pemain berkelas seperti Lionel Messi dan Sergio Aguero yang tampil memukau dari hari ke hari bermodalkan kepercayaan diri penuh. Argentina juga akan bertemu dengan Skotlandia dalam pertandingan persahabatan.

"Saya akan mendengar segala sesuatu yang diomongkan Bilardo. Ia membantu saya. Dan tugas saya, memantau dan mendampingi para pemain sesering mungkin," kata Maradona yang kini bertumbuh gempal dan kerap keluar masuk rumah sakit rehabilitasi bagi pencandu alkohol dan obat bius.

"Saya akan suka bila Maradona menjadi pelatih," kata presiden komisi seleksi AFA, Noray Nakis. Maradona bakal bersaing dengan sejumlah nama yakni Carlos Bianchi (mantan pelatih Boca Juniors), Miguel Angel Russo (pelatih San Lorenzo), dan Sergio Batista yang baru saja membawa tim Argentina U-23 merebut medali emas di ajang Olimpiade Beijing pada Agustus 2008.

Terpilih tidaknya Maradona, pada akhirnya mengajak publik pecinta bola untuk mengucapkan pertanyaan yang diajukan oleh filsuf dan teolog Augustinus dalam bukunya berjudul Confessiones, "Apa sebenarnya yang aku cintai ketika aku mencintai Dikau, Tuhanku?" (Quid ergo amo, cum Deum meum amo?). Dan Maradona hendaknya turut bertelut, "Di hadapan-Mu, aku telah menjadi pertanyaan bagi diriku sendiri." (Questio mihi factus sum).

Bukankah ini narasi dari iman post-modern, yakni iman tanpa Huruf Besar, tanpa Kata Terakhir, tanpa Jawaban, bahkan tanpa Pengetahuan. Dan kali ini sosoknya yakni Diego Armando Maradona. (antara)

0 komentar: