"Orkestra Turki" Kuasai Vienna

23 Juni 2008 | Label: , , , | |

Vienna, ibu kota Austria, salah satu kiblat musik dunia, sepanjang Jumat (20/6) malam atau Sabtu dini hari WIB, mempertontonkan "konser" yang berbeda dari biasanya. Bukan alunan nada Wolfgang Amadeus Mozart, Josef Haydin, atau Ludwig van Beethoven, melainkan "orkestra Turki" yang mengentak-entak. Berlokasi di Stadion Ernst-Happel, pertunjukan itu ditutup drama: penalti 3-1 untuk kemenangan Turki atas Kroasia.

Itu merupakan laga dua tim dengan level hampir setara. Di ajang Piala Eropa, Turki pernah lolos ke perempat final tahun 2000. Begitu juga Kroasia, yang lolos ke perempat final tahun 1996. Keduanya juga sama-sama pernah menduduki peringkat tiga Piala Dunia: Turki tahun 2002, Kroasia tahun 1998.

Kroasia diperkuat pemain-pemain yang memperkuat klub-klub besar Eropa, seperti Dario Simic (AC Milan), Josip Simunic (Hertha Berlin), Vedran Corluka (Manchester City), dan Niko Kranjcar (Portsmouth). Turki juga punya pemain di klub elite, seperti Hamit Altintop (Bayern Muenchen), Nihat Kahveci (Villarreal), Tuncay Sanli (Middlesbrough), dan Emre Belozoglu (Newcastle).

Kendati level mereka belum sekelas Jerman dan Portugal- yang bertanding di Basel, Swiss, pada perempat final sehari sebelumnya-pertemuan Kroasia versus Turki mengundang animo besar penggila bola. Lima jam sebelum laga dimulai, Kota Vienna telah dipadati pendukung dari kedua tim.

Suporter Kroasia memakai atribut kotak-kotak merah-putih, sementara fans Turki mengenakan kostum merah menyala. Jalanan, bus kota, trem, dan stasiun memerah oleh atribut mereka. Diperkirakan, jumlah mereka 200.000 orang, tiga perempatnya tersebar di zona suporter Kota Vienna.

Tidak semuanya warga Kroasia atau Turki. Peter (37), manajer yang ditemui Kompas sebelum masuk stadion, misalnya, mengaku asli warga Austria, tetapi pendukung berat tim Kroasia. "Permainan mereka bagus sekali. Tajam dalam menyerang dan kuat saat bertahan. Lagi pula, mereka punya pemain di klub Salzburg: Niko Kovac," paparnya.

Ada juga penggila bola yang datang dari seberang benua. Daniel (23), pendukung Kroasia, mengaku tinggal di Canberra, Australia. "Saya terbang 24 jam untuk mendukung tim kebanggaan saya. Tiket ini saya beli 110 euro (sekitar Rp 1,5 juta) pada Federasi Sepak Bola Kroasia di internet," tutur warga Kroasia yang bekerja di Australia itu.

Insiden kurang terpuji

Seperti biasa, sebelum pemain keluar lapangan, para suporter itu telah mempertontonkan "musik pembuka" berupa nyanyian, yel-yel dukungan kepada timnya, hingga gerak serempak kepalan tangan ke atas. Dibanding pendukung Turki, suporter Kroasia tampak dominan. Mereka menguasai lebih dari separuh tribun stadion. Dari sini, pertandingan dalam bentuk yang lain telah dimulai.

Ada kejadian kurang terpuji saat lagu kebangsaan kedua negara berkumandang menjelang kick-off. Ketika lagu kebangsaan Turki dinyanyikan, sekelompok suporter Kroasia bersiul-siul. Hal itu dibalas pendukung Turki dengan bersorak-sorai saat lagu kebangsaan Kroasia mulai terdengar. Padahal Asosiasi Sepak Bola Eropa (UEFA) sudah berkali-kali mengingatkan hal itu lewat kampanye Respect.

Tepat pukul 20.45 waktu setempat, "konser" malam itu dimulai. Diawali peluit wasit Roberto Rosetti (Italia), bola bergulir dari titik lapangan tengah. Pemain Kroasia berusaha menekan pertahanan Turki, tetapi sulit akibat rapatnya penjagaan pemain-pemain Turki.

Dengan komposisi pemain yang lengkap dan segar bugar, Kroasia lebih diunggulkan. Di penyisihan, mereka melibas Austria 1-0, Jerman 2-1, dan Polandia 1-0. Sebaliknya, Turki tampil dalam kondisi pincang akibat absennya enam pilar mereka karena skorsing dan cedera.

Dua kali 45 menit, kedua tim masih sama kuat 0-0. Berkali-kali Turki ditekan, tetapi tak sekali pun bola bersarang ke gawang kiper Rustu Recber, kiper gaek berusia 35 tahun yang membawa Turki pemenang tiga Piala Dunia 2002.

Di luar lapangan, sorak-sorai suporter Turki tenggelam oleh yel-yel pendukung Kroasia yang hampir tak pernah berhenti sepanjang dua jam lebih. Di tribun dekat sebuah pojok lapangan, fans Kroasia melemparkan bola kembang api ke arah petugas keamanan. Mereka terus-menerus bersorak-sorai, menyanyi-nyanyi, dan berjingkrak-jingkrak.

Dalam situasi itu, striker Kroasia Ivan Klasnic tiba-tiba menjebol gawang Turki dengan sundulan. Stadion Ernst-Happel bergemuruh. Gegap gempita suporter Kroasia mencapai klimaks. Topi bahkan botol bekas minuman dilempar. Kroasia di ambang sejarah baru: lolos ke semifinal Piala Eropa.

Di tengah pesta, tanpa diduga, tendangan kaki kiri striker Semih Senturk giliran membobol gawang Kroasia. Perpanjangan waktu berakhir dengan skor 1-1.

Adu penalti pun terjadi. Turki unjuk gigi, Kroasia ditekuk dengan gol penalti 3-1. Membalikkan kekalahan menjadi kemenangan seperti menjadi spesialisasi Turki.

Dalam penyisihan grup, Turki menundukkan Swiss 2-1 di Basel setelah tertinggal 0-1 lewat gol pada injury time. Mereka juga memukul Ceko 3-2 di Geneva setelah kemasukan 0-2. Tak lama setelah laga berakhir, situs harian Turki, Hurriyet, menampilkan berita berjudul "Turki Menaklukkan Vienna!", sedangkan koran Milliyet menulis, "Vienna Telah Jatuh."

Keduanya merujuk peperangan tahun 1529 dan 1683 ketika tentara Turki tertahan dan gagal memasuki Vienna. Sesudah Basel dan Geneva (Swiss), pada Jumat malam itu giliran Vienna menjadi milik Turki. Bukan dengan kekerasan, melainkan dengan "orkestra" dari arena Piala Eropa 2008. (Mh Samsul Hadi dari Vienna, Austria)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/06/22/01274126/satu.malam.orkestra.turki.kuasai.vienna

0 komentar: